Ini adalah
kali pertama aku berurusan dengan polisi selama aku berkendara. Tiba-tiba
seorang polisi meniup peluitnya dengan tangan kiri menunjuk ke arah kami
memandu untuk berhenti di dekat pos jaga. Aku bersama teman yang memboncengku
terkena ‘tilang’. bukan karena menerobos lampu merah atau kebut-kebutan
tetapi,. Begini kronologisnya..
Rabu, 24 April 2013 yang lalu.
Tepatnya pukul 10.12 WIB ketika jam kuliah sedang kosong. Aku meminta seorang
teman mengantarku ke Yayasan Ali Maksum Krapyak, Bantul. Sekedar mencari
informasi mengenai pendaftaran siswa baru sekolah menengah atas, karena
saudaraku ingin melanjutkan sekolahnya di Jogja, dan kurasa sekolah ini cocok
untuk adikku.
Dalam perjalanan, berhubung ada
seorang teman yang menitipkan sebuah proposal kegiatan untuk dikirimkan ke
museum Afandi, kami terlebih dahulu menuju kesana dan menitipkannya di pos
satpam. Karena faktor waktu yang kurang begitu kondusif, kami segera
melanjutkan perjalanan dengan memutar balik arah dan mencari jalan alternatif
lain agar cepat sampai hingga tujuan. Berbagai kesialan menimpa kami sepanjang
perjalanan dari mulai ban belakang terpeleset di lubang jalan hingga
menyebabkan motor oleng. Tetapi beruntungnya temanku dapat mengontrol
kestabilannya. :D
Sialnya lagi ketika kami memakai jalur
alternatif bukannya cepat sampai, tapi malah ramai dan macet, belum lagi jalannya
kecil dan agak rusak. Seperti kata Emily Beth, “Sometimes the fastest way isn’t
always the best way, sometimes the best things in life take a while”, meskipun
konteksnya mungkin berbeda. Akhirnya, temanku memutuskan untuk lewat jalur
utama, jalannya mulus kayak pantat bayi. ^_^
Di sinilah awal mula permasalahan itu muncul. Ketika kami menunggu lampu
merah berubah menjadi hijau kami berbincang, mungkin ini yang membuat temanku
lepas konsentrasinya hingga lupa bahwa lajur yang akan kami tuju adalah lajur
satu arah dari arah yang berlawanan. Ketika kami tahu bahwa arah kami salah dan
dari belakang pengendara lain terus menghujani kami dengan berbagai nada
klakson, akhirnya seorang polisi keluar dari pos jaganya dan meminta kami untuk
berhenti. Kami dipandu masuk ke pos jaga untuk diinterogasi. Perasaan was-was,
deg-degan, dan khawatir muncul. Adrenalinku serasa terpacu dua kali lipat,
mungkin karena pertama kali atau bagaimana dan kebetulan dompet saya tertinggal
sedangkan STNK motor ada di dalamnya. Polisi itu sudah siap mengeluarkan
catatan dengan bolpoin di dalam buku yang sudah terlihat usang.
“bisa lihat surat-suratnya dik?”
Kata pak polisi sambil membuka lembaran kertas kosong.
Aku pura-pura menggeledah tasku sambil bersandiwara bahwa aku lupa dimana
aku meletakkannya. Tanpa sadar aku melihat kartu PERSku ada di sela-sela
tumpukan barang di dalam tasku yang lusuh. Sensor otakku dengan segera
mengingatkanku pada memori akan cerita wartawan lain yang juga pernah kena
tilang tetapi di persilahkan pergi tanpa membayar denda atau meninggalkan
identitasnya. Ya, Kartu pers adalah kartu sakti, melihat posisi wartawan dan
Polri adalah sama-sama sebagai media sosial dalam jajaran masyarakat, aku
langsung memperlihatkan kartu Persku kepada pak polisi dengan dalih sedang terburu-buru
melakukan reportase. Seketika itu juga polisi tersebut mempersilahkan kami
pergi.
“baik, jangan diulangi lagi ya...” begitu pesan pak polisi kepada kami.
kemudian mengantar kami keluar pos.
Aku dan temanku segera menuju kendaraan dan langsung menancap gas menjauh
dari pos polisi itu. Tak berapa lama, secara bersamaan seketika itu kami
tertawa terbahak-bahak. Tak menyangka ini akan berhasil temanku juga merasa
was-was selama berada di pos jaga tadi. Kami terus tertawa mengingat-ingat
kejadian itu sepanjang perjalanan menuju Bantul. Jika dipikir-pikir kami tidak
sedang dalam tugas reportase, hanya karena aku lupa membawa STNK akhirnya aku
menggunakan cara ini. maaf ya pak polisi,
kayaknya saya jahat banget deh.. behuehehe :D saya gak akan
mengulanginya kok pak, janji. (kecuali dalam keadaan genting :P)
Zed
Yogyakarta,
24-04-13