Sore itu, dengan diselimuti canda gurau dan gelak tawa, beberapa
mahasiswa terlihat lebih bahagia dari kondisi sebelumnya. Seperti layaknya renaisance,
mereka seakan dibangunkan dari tidur panjang akan kehidupan tanpa hiburan yang
selama seminggu harus mereka tahan. Sebuah fenomena unik yang terjadi tanpa
mereka sadari telah menyita perhatian dan tak dapat mereka hindari.
Fenomena ini baru aku sadari ketika
ku lihat perbedaan pola dari hari-hari sebelumnya. Hari yang biasanya pada jam pulang kuliah
terlihat sepi dan tidak ada aktivitas lain selain belajar dan belajar. Ya,
sekarang sedang dalam suasana Ujian Tengah Semester. Setiap mahasiswa sibuk melengkapi
catatan-catatan mereka dengan cara meminjam catatan teman lain yang lebih
rajin, atau sekedar mem-fotokopinya, ada juga yang tak ambil pusing dengan
ketidaklengkapan catatan mereka.
Hari-hari sebelumnya dimana mahasiswa
sibuk dengan catatan-catatan yang semakin dibaca semakin membingungkan dan
pastinya membutuhkan referensi buku lain sebagai penunjang. Bebas dari
kertas-kertas yang tiap pagi selalu setia memberi salam hangat dosen pengampu,
yang berharap mahasiswanya mampu melewati tiap baris pertanyaan yang telah
disisipkan dilembar pertanyaan. Yang terdengar hanya suara ujung pena dengan
kertas yang saling beradu bentur menyisakan luka gores berupa tulisan-tulisan, ungkapan
kekesalan di dalam ruangan yang ketat akan penjagaan para supervisor. Kanan,
kiri, depan dan belakang, semua pos sudah terisi oleh keberadaan mereka.
Tapi sore itu bagaikan badai amnesia
yang menimpa para mahasiswa, membuat mereka lupa akan semua yang sudah mereka
lalui. Mereka seperti merasa sudah tak memiliki beban lagi, UTS telah usai.
Sekarang waktunya bersenang-senang. Tidak ada lagi kegalauan dengan pelajaran,
semua sudah ditinggalkan. Kampus kembali ramai dengan berbagai aktifitas yang
bemacam-macam mulai dari yang tak bermutu seperti kejar-kejaran bak anak kecil,
hingga kegiatan rutin seperti diskusi dan sebagainya.
Fenomena ini sangatlah unik. Kehidupan ini
menjadi sempit ketika manusia harus tersita perhatian serta kebahagiaannya
hanya karena ujian akademik. Padahal, ujian ini bukanlah suatu hal yang amat
vital dalam kehidupan dalam menentukan kesuksesan hidup seseorang di masa yang
akan datang. Setelah UTS selesai mereka seakan tidak memiliki beban lagi. Pundak
mereka seperti terasa ringan dan dapat kembali leluasa menjalani hari-hari
selanjutnya dengan santai. Padahal jika kita pikir-pikir lagi, hidup ini
tidaklah se-simple itu, ada banyak masalah yang ‘pasti’ masih menunggu
untuk kita datangi dan kita pecahkan. Sebagai generasi muda, kita harus bersiap
dalam menghadapi persoalaan-persoalan yang lebih rumit dalam kehidupan dari
pada sebuah ujian di atas kertas. Persoalan mengenai masalah kesejahteraan
rakyat yang semenjak dahulu tak kunjung usai.
Sebagai mahasiswa, gelar maha adalah gelar
tertinggi dalam tatanan kehidupan. Sebagai gantinya, kita juga harus menerima
konsekuensi atas gelar yang selama ini melekat dalam diri kita. Maha dan siswa, ini berarti bahwa kita bukan
lagi siswa yang hanya memiliki kewajiban belajar saja, lebih dari itu kita juga
memiliki tanggung jawab memajukan bangsa dengan mengkader diri sendiri menjadi
warga dengan integritas, warga dengan ide-idenya memecahkan solusi atas
permasalahaan yang selama ini menyelimuti negeri tercinta.
Zed
Yogyakarta, 11
April 2013